3 Hal Yang Harus Ada dalam Asuransi Syariah

  • Share
Penting Untuk Dipahami! Tiga Hal yang Perlu Dicermati dalam Asuransi Syariah
Penting Untuk Dipahami! Tiga Hal yang Perlu Dicermati dalam Asuransi Syariah

Perusahaan yang menawarkan produk asuransi syariah tidak hanya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, namun juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional. Perlu diketahui beberapa jenis Akadnya

Untuk pedoman selain didasarkan pada UU No 40 tahun 2014 juga pada Fatwa MUI tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Berikut adalah rangkuman hal-hal yang perlu dicermati dalam asuransi syariah di Indonesia berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.

Niat Melakukan Asuransi Syariah

Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong antar sejumlah orang atau pihak yang dapat dilakukan dengan du acara.

Pertama melalui investasi dalam bentuk aset dan yang kedua melalui tabarru’ dengan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu dengan akad yang sesuai dengan syariah.

Dari definisi ini jelas bahwa hal yang perlu dicermati dalam asuransi syariah niat untuk saling tolong-menolong antar sesama manusia apabila terkena hal-hal yang tidak diinginkan.

Buya Yahya mengatakan bahwa akan sangat indah apabila hal ini dilakukan sesuai dengan syariat, dengan niat tolong menolong.

Suatu transaksi dikatakan sesuai dengan syariah apabila tidak ada unsur gharar (penipuan), maysir (judi), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), maksiat dan juga barang haram. Apabila terdapat satu saja unsur tersebut, maka dipastikan transaksi tersebut haram.

Tidak hanya bergerak di produk asuransi, asuransi syariah juga bergerak di bidang investasi seperti konvensional. Yang membedakan adalah adanya prinsip-prinsip syariah di dalamnya.

Akad yang Perlu Dicermati dalam Asuransi Syariah

Terdapat akad-akad yang perlu dipahami dan dicermati dalam asuransi syariah. Berikut adalah beberapa ulasannya.

1. Akad Tabarru’ (Hibah)

Merupakan akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong antar peserta dan bukan didasarkan untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru’ harus disebutkan hak dan kewajiban masing-masing peserta sebagai individu.

Lalu, hak dan kewajiban antar peserta secara individu dalam lingkup tabarru’, cara dan waktu pembayaran premi dan klaim, dan syarat-syarat lain yang disepakati sesuai jenis asuransinya.

Akad tabarru’ ini berlaku tidak hanya untuk produk asuransi saja, namun seluruh produk keuangan berbasis syariah.

2. Akad Tijarah (Mudharabah)

Akad ini dilakukan untuk tujuan komersial. Jadi, selain ada akad tabarru’, dalam asuransi syariah juga terdapat tijarah, dimana perusahaan bertindak sebagai pengelola (mudharib) dan peserta bertindak sebagai pemegang polis (shahibul mal).

Akad ini bisa berubah menjadi akad tabarru’ jika pihak yang memiliki hak masih tertahan secara sukarela melepaskan haknya menggugurkan kewajiban pihak yang memiliki kewajiban untuk menunaikannya. Sementara akad tabarru’ tidak bisa berubah ke akad tijarah.

3. Akad Mudharabah Musytarakah

Akad ini berlaku pada perusahaan asuransi syariah yang memiliki produk investasi juga seperti unit link dalam asuransi konvensional. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib mengelola investasi sesuai dengan prinsip syariah.

Dananya adalah berasal dari iuran peserta yang dikumpulkan per bulan atau per tahun dalam rekening tabarru’ yang kemudian diinvestasikan oleh perusahaan asuransi dalam bentuk portofolio. Terkait pembagian hasil investasi ada dua alternatif yang bisa dilakukan.

Pertama, dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati atau secara proporsional sesuai dengan porsi dana masing-masing antara perusahaan asuransi dengan peserta.

Kedua, disisihkan untuk perusahaan asuransi sebagai pengelola dan dibagikan sesuai dengan porsi dana masing-masing antara perusahaan asuransi (musytarik) atau sebaliknya sesuai dengan nisbah yang disepakati.

4. Akad Wakalah bil Ujrah

Dalam akad tabarru’ perusahaan asuransi berlaku sebagai pengelola dana dan pemegang amanah. Akad wakalah bil ujrah merupakan pemberian kuasa pengelolaan dana dari pemegang polis kepada perusahaan dengan imbalan pemberian ujrah (upah).

Objek dari akad ini antara lain investasi, pemasaran, pengelolaan dana, pembayaran klaim, administrasi, pengelolaan portofolio risiko, dan underwriting.

Premi dan Klaim Asuransi Syariah

Premi atau kontribusi adalah dana yang dikumpulkan oleh peserta dalam satu rekening tabarru’. Pembayaran premi tersebut didasarkan pada akadnya, apakah tijarah atau tabarru’. Jika berasal dari akad tijarah, maka dana tersebut dapat diinvestikan.

Namun jika berasal dari tijarah dana tersebut dapat diinvestasikan dan hasilnya dapat dibagi-bagikan pada peserta.

Penentuan besaran premi bisa menggunakan rujukan seperti tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan asal tidak mengandung unsur riba dalam menghitungnya.

Sementara untuk pembayaran klaim bisa berbeda dalam jumlah, tergantung dari premi yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati dari awal.

Untuk akad tijarah, sepenuhnya merupakan hak peserta dan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.

Sedangkan akad tabarru’ adalah hak dan kewajiban peserta dan perusahaan sebatas dengan yang disepakati dalam akad.

Demikianlah tigal hal yang perlu dicermati dalam asuransi syariah, yaitu niat, akad, dan juga pembayaran premi dan klaim.

Memahami ketiga hal tersebut menjadi penting karena asuransi tidak akan menjadi syariah jika tidak dengan niat tabarru’ atau saling tolong menolong.

Selain itu, perlu juga ditekankan bahwa jangan ada unsur terutama riba, judi, dan gharar dalam apapun transaksi keuangan yang berbasis syariah karena semua transaksi tersebut didasarkan pada prinsip syariat islam.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *